Amilopektin adalah polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6 yang mengandung 20 - 30 unit monomer glukosa. Amilopektin merupakan molekul dominan yang memiliki keteraturan susunan dalam granula pati. Meskipun amilopektin memiliki sifat sama dengan amilosa yaitu dapat membentuk struktur heliks, tetapi banyaknya percabangan dari amilopektin menyebabkan retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel (pasta bersifat lengket dan elastis).
Derajat polimerisasi dari amilopektin sangat besar yaitu lebih dari 50.000 unit glukosa jika dibandingkan dengan amilosa yang hanya memiliki derajat polimerisasi sebesar 500-2.000 unit glukosa. Berat molekul amilopektin yaitu 107–108 Dalton. Viskositasnya meningkat jika konsentrasinya dinaikkan (0-3 %), tetapi hubungan ini tidak linier karena diperkirakan terjadi interaksi atau peningkatan secara acak pada molekul-molekul cabangnya.
Amilopektin memiliki sifat alir dan daya kopresibilitas yang kurang baik, tetapi memiliki sifat granuler yang mengembang dan daya pengikat yang baik, sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cangkang kapsul pengganti gelatin.
Gambar Struktur amilopektin
Secara
umum, pemisahan amilosa dan amilopektin dilakukan menggunakan pelarut organik
yaitu dimetil sulfoksida (DMSO) dan n-butanol.
Ben dkk. (2007), melakukan pemisahan
amilosa dan amilopektin dengan cara fraksinasi butanol-air menggunakan
perbandingan 1:7 pada pati singkong yang menghasilkan amilosa sebesar 11% dan
amilopektin sebesar 14%. Penggunaan pelarut organik tersebut ternyata
menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, gangguan pernapasan, serta rasa
mual. Selain itu, pelarut organik tersebut mahal dan kurang efisisen dalam
memisahkan amilosa serta amilopektin. Alternatif baru untuk pemisahan amilosa dan
amilopektin dengan menggunakan air telah diberikan oleh Riyanto (2012) yang
melakukan pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin pada tepung tapioka
dan sagu menggunakan ragam suhu air. Kadar amilopektin tertinggi dari tepung
tapioka didapatkan suhu pemanasan 55 0C dengan nisbah 1:30
(tepung-air) sebesar 76,74 %, sedangkan untuk pati sagu kadar amilopektin
tertinggi didapatkan pada suhu pemanasan
55 0C dengan nisbah 1:45 sebesar 79,39 %. Boediono (2012), juga melakukan pemisahan dan
pencirian amilosa dan amilopektin dari pati jagung dan pati kentang pada
berbagai suhu. Kadar amilopektin pati jagung tertinggi didapatkan pada kondisi
suhu 70 0C, nisbah 1:30 sebesar 97,74 %; sedangkan untuk pati
kentang berada pada suhu 55 0C, nisbah 1:30 sebesar 93,69 %.
Pustaka :
Ben ES, Zulianis, & Halim A. 2007. Studi Awal Pemisahan
Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong dengan Fraksinasi Butanol – Air. Sains & Teknologi Farmasi Vol. 12
No. 1:1-11.
Boediono MPADR. 2012. Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan
Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu. Skripsi Sarjana Science FMIPA Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hanslick Jl, Lau K, Noguchi KK, Olney JW, Zorumski CF,
Mennerick S, & Farber NB. 2009. Dimethyl Sulfoxide (DMSO) Produces
Widespread Apoptosis in The Developing Central Nervous System. Neurobiology of Disease 34 (2009) 1 –
10.
Oktavia AD, Indiawati N, & Destiarti L. 2013. Studi Awal
Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Ubi Jalar (Ipomea batatas Lam) Dengan Variasi Konsentrasi n-Butanol. JKK, tahun 2013, volume 2 (3), halaman
153-156.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components.
New York: Academic Press Inc.
Rapaille A, & Vanhemerijck J. 1994. Modified Starches.
Di dalam: Imeson A (Ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London:
Chapman and Hall.
Riyanto SA. 2010. Pemisahan dan Pencirian
Amilosa-Amilopektin pada Tepung Tapioka dan Sagu Menggunakan Ragam Suhu Air. Skripsi Sarjana Science FMIPA Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar