Minggu, 30 Agustus 2015

Karagenan

Keragenan adalah senyawa polisakarida galaktosa yang mudah terhidrolisis dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa. Karena sifatnya yang hidrofilik, karagenan banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri diantaranya industri farmasi, non pangan (seperti tekstil, cat), kosmetika dan pangan (makanan dan minuman) sebagai stabilisator, pengental (terutama λ-karagenan), pensuspensi, pengemulsi, dan pembentuk gel (κ dan ι karagenan). Gel karagenan tidak memerlukan pendinginan karena pada suhu kamar gel tersebut tidak meleleh.
Struktur kimia karagenan terdiri atas D-galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa yang terikat dengan gugus sulfat dengan ikatan α 1,3 dan β 1,4. Perbedaan mendasar dari sifat pada tiap tipe karagenan terletak pada nomor dan posisi gugus sulfat yang mengandung 3,6-anhidrogalaktosa. Kandungan sulfat yang tinggi menyebabkan temperatur kelarutan dan kekuatan gelnya rendah. Kappa-karagenan mengandung 25 sampai 30 % gugus sulfat dan 28 sampai 35 % 3,6-anhidrogalaktosa. Iota-karagenan mengandung 28 sampai 30 % gugus sulfat dan 25 sampai 30 % 3,6-anhidrogalaktosa. Lamda-karagenan mengandung 32 sampai 39 % gugus sulfat tetapi tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa. Dari ketiga jenis karagenan yaitu kappa, iota dan lamda-karagenan, hanya lamda-karagenan yang tidak dapat membentuk gel.

Tabel  Perbandingan kelarutan, kestabilan dan mekanisme pembentukan gel 
           dari kappa, lamda dan iota karagenan.

Kappa
Lamda
Iota
Kelarutan
Air panas
Larut diatas 60 0C
Larut diatas 60 0C
Larut
Air dingin
Larut dengan adanya garam natrium.
Larut dengan adanya garam natrium.
Larut
Susu panas
Larut
Larut
Larut
Susu dingin
Tidak larut tetapi mengembang dengan adanya garam natrium, kalsium dan kalium.
Tidak larut
Larut
Larutan gula pekat
Larut dalam panas
Tidak mudah larut
Larut dalam panas
Larutan garam pekat
Tidak larut
Larut dalam panas
Larut dalam panas
Stabilitas
pH netral dan basa
Stabil
Stabil
Stabil
pH asam
Terhidrolisis dalam larutan jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel
Terhidrolisis dalam larutan. Stabil dalam bentuk gel
Terhidrolisis
Mekanisme pembentukan gel
Efek kation
Lebih kuat dengan K+
Lebih kuat dengan Ca2+
Non-gelling
Tipe gel
Keras dan rapuh dengan sinersis
Elastisitas dan kohesif tanpa sinersis
Non-gelling
Efek sinergis dengan locuts bean gum
Tinggi
Tinggi
Tidak ada
Kestabilan beku/cair
Tidak ada
Stabil
Tidak ada
Sumber : Www.cpkelco.com 2007.


Gambar Struktur karagenan

Viskositas karagenan antara 5 - 800 cps dalam larutan 1,5 % (b/b) pada suhu 75 0C, berat molekul 1,5 x 106 sampai 2 x 107, konsentrasi dalam produk berkisar antara 0,005 % - 3 % .

       Penelitian mengenai biopolimer berbahan dasar karagenan dan evaluasi karakteristiknya telah banyak dilakukan. Handito (2011) melakukan penelitian  pengaruh konsentrasi karagenan terhadap sifat fisik dan mekanik edible film. Karakteristik biofilm berbahan dasar karagenan diteliti oleh Herliany dkk. (2013), sedangkan Abdou & Sorour (2014) meneliti karakterisasi edible film dari pati dan karagenan. Lafargue et al. (2007) mengkaji karakteristik biofilm campuran pati termodifikasi dan κ-karagenan. 

Pustaka :
Abdou ES, & Sorour MA. 2014. Preparation and Characterization of Starch/Carrageenan edible film. International Food Research Journal 21(1): 189-193 (2014).
Bawa IGAG, Putra AAB, & Laila IR. 2007. Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottoni. Jurnal Kimia 1 (1) : 15-20, Januari 2007
Handito D. 2011. Pengaruh Konsentrasi Karagenan Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Agroteksos Vol. 21 No. 2-3, Desember 2011. 
Herliany NE, Santoso J, & Salamah E. 2013. Karakteristik Biofilm Berbahan Dasar Karaginan. Jurnal Akuatika Vol. IV No. 1/Maret 2013 (10-20).
Lafargue D, Lourdin D, & Doublier JL. 2007. Film-forming Properties of A Modified Starch/κ-Carrageenan Mixture in Relation to Its Rheological Behavior. Carbohydrate Polymers 70 (2007) 101-111. 
Necas J, & Bartosikova L. 2013. Carragenan: A Review. Veterinarni Medicina, 58, 2013 (4): 187-205.
Ofner CM, & Klech-Gelotte CM. 2007. Gels and Jellies. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, DOI: 10.1081/E-EPT-100200006.
Tecante A, & Santiago MDCN. 2012. Solution Properties of κ-Carrageenan and Its Interaction Whith Other Polysaccharides in Aqueous Media. Available: www.intechopen.com. Diakses pada tanggal 06 Mei 2014.
www.cpkelco.com. 2007. Carrageenan.

Amilopektin

        Amilopektin adalah polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6 yang mengandung 20 - 30 unit monomer glukosa. Amilopektin merupakan molekul dominan yang memiliki keteraturan susunan dalam granula pati. Meskipun amilopektin memiliki sifat sama dengan amilosa yaitu dapat membentuk struktur heliks, tetapi banyaknya percabangan dari amilopektin menyebabkan retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel (pasta bersifat lengket dan elastis).
       Derajat polimerisasi dari amilopektin sangat besar yaitu lebih dari 50.000 unit glukosa jika dibandingkan dengan amilosa yang hanya memiliki derajat polimerisasi sebesar 500-2.000 unit glukosa. Berat molekul amilopektin yaitu 107–10Dalton. Viskositasnya meningkat jika konsentrasinya dinaikkan (0-3 %), tetapi hubungan ini tidak linier karena diperkirakan terjadi interaksi atau peningkatan secara acak pada molekul-molekul cabangnya.
        Amilopektin memiliki sifat alir dan daya kopresibilitas yang kurang baik, tetapi memiliki sifat granuler yang mengembang dan daya pengikat yang baik, sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cangkang kapsul pengganti gelatin.

    
Gambar  Struktur amilopektin


        Secara umum, pemisahan amilosa dan amilopektin dilakukan menggunakan pelarut organik yaitu dimetil sulfoksida (DMSO) dan n-butanol. Ben dkk. (2007), melakukan pemisahan amilosa dan amilopektin dengan cara fraksinasi butanol-air menggunakan perbandingan 1:7 pada pati singkong yang menghasilkan amilosa sebesar 11% dan amilopektin sebesar 14%. Penggunaan pelarut organik tersebut ternyata menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, gangguan pernapasan, serta rasa mual. Selain itu, pelarut organik tersebut mahal dan kurang efisisen dalam memisahkan amilosa serta amilopektin. Alternatif baru untuk pemisahan amilosa dan amilopektin dengan menggunakan air telah diberikan oleh Riyanto (2012) yang melakukan pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin pada tepung tapioka dan sagu menggunakan ragam suhu air. Kadar amilopektin tertinggi dari tepung tapioka didapatkan suhu pemanasan 55 0C dengan nisbah 1:30 (tepung-air) sebesar 76,74 %, sedangkan untuk pati sagu kadar amilopektin tertinggi didapatkan pada  suhu pemanasan 55 0C dengan nisbah 1:45 sebesar 79,39 %.  Boediono (2012), juga melakukan pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin dari pati jagung dan pati kentang pada berbagai suhu. Kadar amilopektin pati jagung tertinggi didapatkan pada kondisi suhu 70 0C, nisbah 1:30 sebesar 97,74 %; sedangkan untuk pati kentang berada pada suhu 55 0C, nisbah 1:30 sebesar 93,69 %. 

Pustaka :
Ben ES, Zulianis, & Halim A. 2007. Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong dengan Fraksinasi Butanol – Air. Sains & Teknologi Farmasi Vol. 12 No. 1:1-11.
Boediono MPADR. 2012. Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu. Skripsi Sarjana Science FMIPA Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hanslick Jl, Lau K, Noguchi KK, Olney JW, Zorumski CF, Mennerick S, & Farber NB. 2009. Dimethyl Sulfoxide (DMSO) Produces Widespread Apoptosis in The Developing Central Nervous System. Neurobiology of Disease 34 (2009) 1 – 10.
Oktavia AD, Indiawati N, & Destiarti L. 2013. Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Ubi Jalar (Ipomea batatas Lam) Dengan Variasi Konsentrasi n-Butanol. JKK, tahun 2013, volume 2 (3), halaman 153-156.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York: Academic Press Inc.
Rapaille A, & Vanhemerijck J. 1994. Modified Starches. Di dalam: Imeson A (Ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London: Chapman and Hall.
Riyanto SA. 2010. Pemisahan dan Pencirian Amilosa-Amilopektin pada Tepung Tapioka dan Sagu Menggunakan Ragam Suhu Air. Skripsi Sarjana Science FMIPA Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kapsul

Kapsul merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Umumnya cangkang kapsul terbuat dari bahan gelatin; tetapi bahan seperti pati atau bahan lain yang sesuai juga dapat digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul.
Beberapa keuntungan dari penggunaan kapsul diantaranya adalah rasa dan bau obat yang tidak enak dapat ditutupi, penampilannya lebih menarik, serta lebih ekonomis. Akan tetapi, obat-obatan yang higroskopis dapat menyerap air dari cangkang kapsul sehingga menjadikannya rapuh .
Kapsul terdiri atas dua jenis, yaitu kapsul keras dan kapsul lunak. Kapsul lunak merupakan sediaan padat yang terdiri dari satu bagian yang utuh (one piece), tertutup rapat dan dapat mengandung cairan/larutan. Sedangkan kapsul keras disebut “two piece” yang terdiri atas dua bagian dalam bentuk silinder kecil yang ditutup pada salah satu ujungnya. Bagian yang panjang disebut body dan bagian yang lebih pendek disebut cap.


Gambar  Bagian kapsul keras

Kapsul keras terdiri dari bahan dasar yang mengandung air dan plasticizer. Selain itu bahan dasar juga dapat mengandung pewarna, pengawet, gula dan perasa. Kapsul tersedia dalam berbagai ukuran untuk keperluan dosis yang lebih fleksibel.

Gelatin untuk cangkang kapsul keras memiliki spesifiksi untuk kekuatan gel berkisar 200 – 300 bloom, viskositas 44 – 60 mPs, dan pH 4,5 – 6,5; sedangkan spesifikasi gelatin untuk film yaitu pH 3,8 – 7,5, kekuatan gel 50 – 300 bloom, viskositas 15 – 75 mPs, kadar abu 0,3 – 2 %. Standar cangkang kapsul komersial diantaranya yaitu bobot cangkang 69 – 83 mg/100 cangkang kapsul, kadar air 13 % - 16 %, kadar abu < 5 %, pH 5 - 7.

Pustaka :
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
GMIA. 2012. Gelatin Handbook. Available : www.gelatin-gmia.com. Diakses pada tanggal 07 Juli 2014.
Kapsulindo Nusantara. 2007. Analysis Report on Pharmaceutical Capsule.
Ravindra BD, Archana DK, Vandana KM, & Manisha HJ. 2012. Advancement in Manufacturing of Non-Gelatin Capsule Shell-A Review. International Journal of Advances in Pharmaceutical Research (IJAPR)/Oct. 2012/Vol. 3/Issue. 10/1178-1187.
Reddy BV, Deepthi A, & Ujwala P. 2012. Capsule Production-Industrial View. Journal of Global Trends in Pharmaceutical Sciences, Vol. 3, Issue 4, pp -887-909, October-December 2012.
www.vimalcapsule.com. 2013. Gambar Bagian Kapsul Keras. Diakses pada tanggal 11 Mei 2014.